Perkembangan
Perekonomian Indonesia
Istilah perkembangan ekonomi sering dicampur baurkan dengan
pertumbuhan ekonomi, dan pemakaiannnya selalu berganti-ganti, sehingga
kelihatan pengertian antara keduanya dianggap sama. Akan tetapi beberapa ahli
ekonomi, seperti Schumpeter (1911) dan Ursula Hicks (1957) telah menarik
perbedaan yang lazim antara istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan
ekonomi (hingan, 1993). Menurut kedua pakar tersebut perkembangan ekonomi
mengacu kepada masalah-masalah Negara terbelakang, sedangkan pertumbuhan
ekonomi mengacu kepada masalah-masalah Negara maju. Demikian juga menurut
Maddison (1970), ia mengatakan bahwa di Negara-negara maju kenaikan dalam
tingkat pendapatan biasanya disebut pertumbuhan ekonomi. Sedangkan, di Negara
miskin ia disebut perkembangan ekonomi. Namun ada juga pakar ekonomi lainnya
yang beranggapan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan ekonomi
merupakan
Indonesia
sebagai negara berkembang yang adalah salah satu negara yang tergabung dalam
kelompok negara-negara Asia Tenggara (Association South East of Asian Nation)
adalah negara yang dalam tingkat perkembangan ekonominya belum begitu mapan.
Bahkan ada para ahli ekonomi mengatakan, negara Indonesia sebagai salah satu
negara anggota ASEAN dalam tingkat persaingan ekonomi masih ketinggalan banyak
jika dibandingkan dengan negara anggota ASEAN yang lain. Sebelum tahun 1997,
sebenarnya banyak pihak memuji prestasi pembangunan ekonomi Indonesia sebagai
salah satu High Performing Asian Economy Countries yang mempunyai kinerja
perekonomian yang sangat mengagumkan, bahkan ada yang menganggapnya sebagai
miracle (keajaiban), tetapi sebab hantaman krisis ekonomi yang berawal dari
depresi rupiah pada bulan Juli 1997, semua keajaiban itu menjadi sirna dan
mengalami kesulitan dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan, sampai sekarang
belum pulih kembali. Krisis ekonomi yang terjadi saat itu telah berkembang
menjadi krisis yang rumit dan kompleks yang terkadang menimbulkan pesimisme
mengenai jayanya ekonomi Indonesia di masa yang akan datang.
Saat
ini Indonesia berada dalam transisi, yang belum terbayangkan berapa lama masa
transisi itu akan berlangsung. Meskipun semula krisis ini hanya adalah
contagion effect dari depresiasi mata uang bath Thailand pada dollar AS pada
tahun 1997, tetapi sebab fundamental perekonomian Indonesia yang rapuh, maka
akibat krisis ini terkena sangat dahsyat, sementara proses economic
recovery-nya berjalan amat lamban. Prestasi perekonomian Indonesia yang semula
cukup baik, berubah menjadi negatif, banyak pengamat ekonomi Indonesia
mengatakan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia adalah semu dengan fundamental
yang tidak kuat. Di samping itu, para pengamat juga mengatakan bahwa
perekonomian Indonesia tidak didukung oleh sumber daya domestik yang tangguh,
tetapi sebab didukung oleh investasi asing, bahkan berjangka pendek yang
sewaktu-waktu mereka dapat keluar dari Indonesia. Pembangunan nasional juga
dibangun dengan utang luar negeri yang bersifat pasif, sehingga justru
memberatkan kondisi perekonomian Indonesia untuk bangkit kembali. Kondisi
perekonomian Indonesia sebagaimana itu di atas, telah menimbulkan berbagai
problem sosial yang kompleks, misalnya timbulnya tingkat pengangguran tinggi,
bertambahnya angka kemiskinan, produktivitas dan kualitas tenaga kerja yang
rendah, serta merosotnya usaha kecil dan menengah yang menjadi tumpuan rakyat.
Di
samping itu, perkembangan ekonomi dunia saat ini menjurus kepada aktivitas
ekonomi global yang bergerak dari satu negara ke negara lain secara bebas, sehingga
terjadi ketidakpastian akses pasar ekonomi dunia. Kondisi perekonomian dunia
seperti ini, membawa kecenderungan pada peningkatan perjanjian bilateral dan
multilateral antarnegara selaku pelaku ekonomi di dunia internasional yang pada
akhirnya berakibat pada timbulnya hukum baru pada masing-masing negara.
DAFTAR PUSTAKA
Schumpeter, Joseph A. "1934." The theory of economic development (1911).
Fürstenberg, Friedrich, and Ursula K. Hicks.
"British Public Finances. Their Structure and Development 1880-1952."
(1957): 372-374.